Al- Farabi Dan Pemikirannya

 Al- Farabi Dan Pemikirannya

Disusun oleh : Tri Wahyudi Fajar Prabowo ( 06040123145 )


Nama aslinya Abu Nasr Muhammad Bin Muhammad Bin Lharkhan ibn Uzalagh al Farabi, lahir di kota Wesij tahun 259H/872, selisih satu tahun setelah wafatnya filosof muslim pertama yaitu al-Kindi. Ayahnya dari Iran menikah dengan wanita Turki kemudian ia menjadi perwira tentara Turki. Atas dasar itulah al-Farabi dinasabkan sebagai orang Turki. Karir pemikiran filsafatnya dalam menjembatani pemikiran Yunani dan Islam terutama dalam ilmu logika (manthiq) dan filsafat sangat gemilang, sehingga gelar sebagai guru kedua (al-mu’allim tsāni), layak disematkan. Diriwayatkan telah belajar logika di Baghdad dari para sarjana Kristen Yuhanna ibn Hailan (w. 910 M) dan Abu Bisyr Matta (w.940 M), perlu segera dicatat bahwa, Baghdad saat itu termasuk pewaris utama tradisi filsafat dan kedokteran di Alexandria. Pertemuan dan pergumulan pemikiran di Baghdad nantinya menjadi konektor pemikiran al-Farabi yang meramu filsafat Islam dengan filsafat Yunani Neo-Platonis,  Al-Farabi dalam perkembangannya juga tercatat sebagai guru Yahya ibn Adi (w. 974 M), seorang penerjemah Kristen Nestorian sebagai tokoh logika Ibn al-Sarraj.  Karir pendidikannya cukup panjang hingga pada tahun 330/941 M. Al- Farabi meninggalkan Baghdad menuju Aleppo kemudian ke Kairo dan menghembuskan nafas terakhirnya di Damaskus, tepatnya pada bulan Rajab pada tahun 339 H atau Desember 950 M. Beliau termasuk filosof yang produktif dalam melahirkan berbagai karya tulis, baik berupa buku maupun berupa tulisan essai pendek dan makalah. Di antara karyanya adalah; Aghrādh mā Ba’da al-Thābi’ah, Al-Jam’u Baina Ra’yai al-Hākimain, karya ini menurut beberapa sumber berisi tentang kemampuan al-Farabi mengulas dan mempertemukan pemikiran filsafat Plato dan Aristoteles.

Pemikiran Al-Farabi

  1. Ketuhanan 

Al-Farabi dalam membahas mengenai ketuhanan mengkolaborasikan antara filsafat aristoteles dengan NeoPlatonisme, yaitu al-Maujud al-Awal (wujud pertama) sebagai sebab pertama untuk segala sesuatu yang ada. Sehingga ini tidak bertentangan dengan keesaan yang mutlak dalam ajaran syariat Islam. dalam membuktikan adanya Allah, Al-Farabi mengemukakan dalil yaitu wajib al-wujud dan mumkin al-wujud.

  1. Emanasi

Emanasi merupakan teori tentang keluarnya suatu wujud yang mumkin (alam makhluk) dai zat yang wajibul wujud (Zat yang wajib adanya yakni Tuhan). Teori emanasi disebut juga “teori uruturutan wujud.”  Menurut Al –Farabi, Tuhan bersifat Maha satu, tidak berubah, jauh dari materi, jauh dari arti banyak, maha sempurna dan tidak berkiblat pada apapun. Juga demikian adalah hakikat sifat Allah. Bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang maha satu ? menurut Al-Farabi alam terjadi dengan cara emanasi/pancaran, yakni Tuhan sebagai wujud pertama dengan mengalami tahap-tahap pemancaran tersebut. Di mana setiap tahap pemancaran terjadilah suatu alam materi tertentu, demikian seterusnya hingga sempurnalah kejadian alam materi ini.

Dasar adanya emanasi ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran akal-akal terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan. Wujud pertama yang keluar dari Tuhan disebut akal pertama berfikir, yang merupakan qudrah, tentang Tuhan, mewujudkan akal kedua, dan berfikir tentan dirinya mewujudkan langit pertama. Akal kedua juga berfikir tentang Tuhan dan mewujudkan akal ketiga dan berfikir tentang dirinya mewujudkan alam bintang. Akal ketiga samapi akal kesepuluh juga berfikir tentang Tuhan dan tentang dirinya. Berfikir tentang Tuhan menghasilkan alak-akal dan berfikir tentang diri menghasilkan planet-planet.

  1. Meta fisika 

Persoalan-persoalan filsafat telah dibahas oleh filosoffilosof sebelumya baik dari Yunani, Persia atau yang lainnya, meski pemecahan yang dilakukan mereka saling berlawanan. Al-Farabi dalam usaha memecahkan persoalan tersebut tidak lepas mutlak dari pembahasan-pembahasan yang dilakukan oleh mereka.

 Filsafat Yunani membahas persoalan ini berlandaskan pada filsafat fisika semata-mata. Sedangkan aliran Iskandariyah (Neo Platonisme) dan filsafat Islam, persoalan ini dipindahkan kepada landasan-landasan agama. Meskipun dua aliran terakhir ini caranya sama, namun tujuannya sangat bertolak belakang. Aliran Islam Iskanadiyah dan filsafat Islam bertujuan membentuk susunan alam yang dapat mempertemukan hasil-hasil pemikiran dengan ketentuan-ketentuan agama.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sultan Abdul Hamid II

Ayatullah Khomeini

ISIS (Islamic State of Iraq and Syria)