Sultan Abdul Hamid II
Sultan Abdul Hamid II
Disusun oleh : Ahmad Fahmil Qoyyidi (06040123088)
Sultan Abdul Hamid II (1842-1918) adalah salah satu sultan paling terkenal dalam sejarah Kesultanan Utsmaniyah (Ottoman), yang memerintah dari tahun 1876 hingga 1909. Ia adalah sultan ke-34 dari Kekaisaran Utsmaniyah, dan terkenal dengan kebijakan konservatifnya serta upaya mempertahankan kekaisaran dari pengaruh asing dan ancaman internal di tengah era yang penuh ketidakstabilan. Abdul Hamid II sering disebut sebagai “sultan merah” oleh Barat karena kebijakannya yang keras terhadap perlawanan, namun juga dianggap sebagai pemimpin yang berusaha mengembalikan kejayaan Islam di masa Utsmaniyah.
Latar Belakang dan Naik Tahta
Sultan Abdul Hamid II naik takhta pada masa krisis besar di Kekaisaran Utsmaniyah. Setelah kekalahan militer dan kemerosotan ekonomi, kekaisaran menghadapi tekanan besar dari negara-negara Eropa yang berusaha merebut wilayah Utsmaniyah.
Pada awal pemerintahannya, Sultan Abdul Hamid II bersikap mendukung konstitusi dan parlemen yang telah disusun oleh pendahulunya, Sultan Abdul Aziz, dan Midhat Pasha (seorang reformis terkemuka). Namun, tak lama setelah itu, ia menangguhkan parlemen dan membubarkan konstitusi.
Sultan Abdul Hamid II berupaya mempertahankan stabilitas dan kekuatan Utsmaniyah melalui kebijakan "Pan-Islamisme", yang bertujuan menyatukan umat Muslim di bawah kepemimpinannya sebagai khalifah. Ia menekankan kesatuan dunia Islam untuk menahan pengaruh kolonialisme Barat di wilayah-wilayah Muslim.
Dalam konteks Pan-Islamisme ini, Abdul Hamid II melakukan propaganda ke seluruh dunia Islam, mengirimkan utusan ke negara-negara Muslim di Asia, Afrika, dan Asia Tenggara untuk menggalang dukungan serta menekankan posisinya sebagai pemimpin umat Islam.
Abdul Hamid II melanjutkan reformasi dengan memodernisasi infrastruktur, terutama pembangunan jalur kereta api seperti "Hijaz Railway", yang menghubungkan Istanbul dengan Mekkah dan Madinah. Proyek ini sangat penting untuk memudahkan perjalanan haji dan memperkuat pengaruh Utsmaniyah di wilayah Hijaz (Arab).
Pendidikan Ia juga mendirikan sekolah-sekolah modern, termasuk sekolah teknik, kedokteran, dan militer, dengan harapan bisa mencetak pejabat dan profesional yang kompeten. Selain itu, ia meningkatkan sistem pendidikan agama untuk memperkuat loyalitas terhadap pemerintahan Utsmaniyah.
Abdul Hamid II berupaya meningkatkan kekuatan militer dengan memperbarui perlengkapan dan pelatihan tentara Utsmaniyah, sebagian besar dibantu oleh Jerman, yang merupakan sekutu utama Utsmaniyah saat itu.
Hubungan dengan Negara-negara Barat
Abdul Hamid II menghadapi tekanan kuat dari negara-negara Eropa, khususnya Rusia, Inggris, dan Perancis. Kekaisaran Utsmaniyah sering disebut sebagai "Sick Man of Europe" karena kemerosotannya dan ketidakstabilan di dalamnya.
Abdul Hamid mencoba memainkan kekuatan Eropa satu sama lain untuk mempertahankan kedaulatan Utsmaniyah. Ia menjalin aliansi dengan Jerman untuk mendapatkan dukungan militer dan teknologi dalam rangka menahan ambisi kolonial Inggris dan Rusia.
Kebijakan otoriter Abdul Hamid II, termasuk penyensoran pers dan pengawasan ketat terhadap oposisi, menimbulkan ketidakpuasan di kalangan elit dan masyarakat Utsmaniyah. Ia menggunakan jaringan intelijen untuk mengawasi dan mengendalikan aktivitas politik di kekaisaran.
Kelompok reformis yang dikenal sebagai "Gerakan Turki Muda" (Young Turks) muncul sebagai oposisi terhadap pemerintahan absolutnya. Mereka menuntut agar konstitusi dan parlemen dipulihkan, serta menyerukan modernisasi yang lebih terbuka.
Pada tahun 1908, Gerakan Turki Muda berhasil melakukan revolusi yang memaksa Sultan Abdul Hamid II untuk mengembalikan konstitusi dan parlemen. Setahun kemudian, pada 1909, ia digulingkan dan diasingkan oleh kelompok ini, serta digantikan oleh saudaranya, Sultan Mehmed V.
Setelah digulingkan pada 1909, Sultan Abdul Hamid II menjalani masa pembuangan di Salonika (sekarang Thessaloniki, Yunani), dan kemudian dipindahkan ke Istanbul. Ia menghabiskan sisa hidupnya di Istana Beylerbeyi hingga wafat pada 10 Februari 1918.
Abdul Hamid II meninggalkan warisan yang kompleks: di satu sisi, ia dipandang sebagai simbol perlawanan terhadap dominasi asing di dunia Islam, namun di sisi lain, gaya kepemimpinan otoriternya menimbulkan perlawanan internal yang mengarah pada keruntuhan lebih lanjut kekaisaran.
Komentar
Posting Komentar